Tuesday 12 October 2010

semua guratan penaku adalah pedang. ia membunuh keceriaan. menggurat kegelapan.

apa yang salah dari pedang?
ada!!

APA?
mereka mencari-cari remahan yang terserak di balik kelopak mata mereka. apa yang salah?

merunut kembali ke setahun lalu

Hai!
Aku memanggilmu
Kaulihatkah topeng itu?
Atau kaulihat aku yang beku terjebak waktu?

Kita kaku, teman.
Kita tak akan seperti dulu
Aku begitu merindu, bolehkah kupinjam waktu yang temporer dan kubuat permanen, tetap pada titik itu?
Mengapa kita berubah, bergerak?
Mengapa kau menyadarkan dia, dia, dan dia?
Mengapa kau begitu dungu, tak bisakah kau terima saja dirimu, tidak begitu terobsesi akan masa depan?
Yang salah kau, juga kau, juga kau, juga kau.

Aku terluka, lebih baik buta
Tidak bolehkah aku hanya melihat surga?

bakti sosial

Kalian tahu apa artinya bakti sosial, adik-adik?
Wajah-wajah yang ceria, apakah mereka bangga?
Mereka kira ini acara bermain barangkali, memang dikemas bermain.
Berbagi.
Bercanda bersama.
Apalah namanya.
Tapi tak tahukah kau artinya bakti sosial, gadis kecil?
Orang-orang ini mengasihani kamu.
Ada ketidaksejajaran.
Ada ketidakmampuan.
Tapi ironis bukan, justru dengan ketidakmampuanmu kau bisa berkembang lebih daripada anak-anak biasa.
Kau hidup komunal, berjuang menjadi yang paling menonjol diantara kawananmu.
Kau belajar jadi makhluk sosial, berinteraksi dengan orang asing begitu sering.
Sesering bakti sosial yang diadakan untukmu.
Kau tidak terpenjara bersama mainan dan pembantu layaknya anak orang kaya di balik jeruji tinggi disana.

Mungkin
Anakku nanti akan kubuatkan bakti sosial.
Bakti sosial untuk mental yang terpenjara dan kesepian tanpa kasih orang tua, yang hanya mengenal boneka dan les, yang dikenalkan pada peradaban dan terpaku pada ilmu pengetahuan yang memikat.
Adil bukan, nak?

Saturday 9 October 2010

kasihan. samakah?

Angkat seseorang ke titik tiga puluh lalu kembalikan ia ke titik tiga,
Torehkan kenangan yang ia terus ceritakan.

Dan jebaklah ia.

Terperangkap masa lalu adalah duka yang paling suram.
Mengapa kiblatmu selalu ketitik sana?
Tak cukup aku terlihat mengasihanimu, dengan mimpi-mimpimu yang berhenti "pada waktu itu"?
Cerita yang kauulangkan sampai kuhapal.
"Waktu itu"
"Waktu itu"

Kini apa?

Ada lagi kisah lainnya.
Entah mengapa, selalu terpaku kesana.
"Disana"
"Disana"
Heh, buta, tak bisa kau lihat sini?
Tolaklah darahmu, larilah!
Realita itu apa?
Ataukah sudah cita-citamu lari darinya?