Thursday 18 July 2013

mengapa kami berjalan, sendirian


Aku dan kamu, dan kamu-kamu yang lainnya, selamanya cukup saling kenal dalam pengalaman indera kita di subuh, senja, siang terik ataupun malam berbadai itu. Karena perjalanan merekatkan apa yang tidak terkatakan oleh kata; dan semesta memberikan manusia kesempatan untuk merasakan, menikmati, berada pada waktu, momen, perasaan yang hanya itu. Tidak terpaut sang lalu dan sang mendatang. Tidak terikat untuk bertemu lagi ketika pulang.

Karena yang tidak pernah terkatakan di tempat yang mengikat bisa meluncur dengan tenang selama kita saling menjamin untuk tetap asing. Dan bicara tentang hidup, luka, dan seacak-acaknya alam semesta begitu ringan ketika kita tahu kita akan saling menghilang.

Kita semua telah menyepakati hukum yang sama: bahwa aku dan kamu-kamu akan saling menemani dalam batas waktu yang tentu. Mewarnai sehari dua hari biar berarti, ketika selanjutnya menantang mental untuk tidak saling terobsesi.

Wednesday 10 July 2013

bolehkah?


lari.

yang jauh.

lupa.

kan.

ada banyak cerita.

bayi mati dibuang ibunya. istri sedih diselingkuhi suami. bahan bakar dan subsidi. orang miskin tergusur. negara kurang banyak duit. hakim A, B, C, tidak becus. pembangunan salah tujuan. parlemen mengundangkan A, B, C amburadul semua. ambisi si dia, si dia, si dia yang lain. si dia meratapi romansa tai yang tak selesai-selesai. baju menunggu dilipat. tukang ojek promosi angkutan 24 jam. kafe-kafe minta disantap.

ada banyak harus dikerjakan.

lari.

penuhi otak.

lari!


...

aku cuma rindu kamu.

harus terus lari?

Monday 1 July 2013

Langit di Atas Laut




Aku mau muntah melihati langit di atas laut...

Semburat yang tak akan cacat.
Oranye dan biru.

Seandainya pahitku dan nafsumu boleh berpadu jadi harmoni warna lembayung memagut ombak.
Bukan topeng yang sembunyikan borok menahun busuk berkabung, permanen menginfeksi,
makin parah,
makin parah,
makin parah.

Seandainya bibir yang dirampok sekian kali,
Setubuh yang dicuri sekian kali,
Peluk yang dimanipulasi sekian kali,
Liukan jemari yang berlomba dengan air dari kelopak mata memohon belas kasihan buat dia yang setengah mati mencari beda cinta dan birahi. Sekian kali.
Dikhianati ekspektasi sendiri.
Oranye dan oranye.
Biru dan biru.
Nafsu dan nafsu.

Aku mau muntah melihati langit di atas laut.
Yang menjanjikan masa lalu bisa dianggap angin sekedar lalu.
Muntah.
Kabur dan ketakutan.
Muntah.
Digerayangi dan diciumi.
Muntah.
Disayang dan diminta maafi.
Muntah.
Dipuja bagai dewi suci.
Muntah.
Menunggu diselamatkan.
Muntah.
Aku sudah tidak bisa berfikir jernih.
Semua membikin muntah.

Aku masih muntah melihati langit di atas laut...

Pertaruhan yang sudah permanen cacat.
Oranye dan biru.